Beranda » Rogier Verbeek dan Bencana Krakatau

Rogier Verbeek dan Bencana Krakatau



Secara tak sengaja saya menonton film dokumenter “Krakatoa, The Last Day” di laptop seorang teman beberapa waktu lalu. Film berdurasi kurang lebih 87 menit ini menceritakan bencana meletusnya gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda pada 27 Agustus 1883 silam.

Film ysng disutradarai Sam Miller ini merupakan film ketiga tentang Krakatau. Sebelumnya ada film Krakatoa, East of Java dan Krakatau – Ein Vulkan verändert die Welt. Krakatau, tragedi bencana alam yang tak pernah dilupakan bukan saja oleh penduduk pribumi melainkan warga kolonial Belanda yang waktu itu tinggal dan berkerja di sekitar wilayah itu. Hal ini merupakan catatan kelam kependudukan tentara kolonial di bumi Indonesia. Negeri kepulauan dengan sekitar 200 gunung api aktif.

Mengenaskan. Sekitar 60 juta ton lava dan magma dimuntahkan dari mulut gunung itu. Material letusan yang terdiri dari batu apung dan debu bersuhu 500 derajat celcius menyapu lebih 165 desa dan sekitar 36 ribu jiwa tewas.

Berhari-hari gunung yang memiliki tiga kawah itu tak henti-hentinya meletus hingga suaranya menjangkau jarak lebih 4.000 kilometer atau terdengar oleh 1/8 penduduk dunia. Bencana ini disusul gelombang Tsunami setinggi 40 meter atau 5 kali lipat dari Tsunami Aceh memporak-porandakan kampung-kampung di sekitarnya. Selama dua hari penduduk di wilayah Jawa dan Sumatra tak dapat melihat Matahari karena langit diselimut hujan abu. Hebatnya gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer

Ini merupakan bencana terbesar yang terjadi setelah alat pendeteksi gempa telah ada. Sebelumnya bencana gunung api terdahsyat dalam sejarah adalah Tambora, tapi waktu itu penduduk belum padat dan alat pendeteksi belum ada.

Tersebutlah Rogier Verbeek, seorang ilmuan geologi asal Belanda. Ia amat serius mengamati aktivitas gunung tersebut sejak dua tahun sebelum letusan dahsyat itu terjadi. Dalam potongan-potongan adegan film itu nampak Verbeek terlihat panik setiap kali Krakatau meletus. Dengan menggunakan tropong Veerbek terus memantau perkembangan Krakatau.

Sehari sebelum letusan Verbeek masih nampak bersama penduduk di pesisir pantai. Ia terus memegang teropong dan memerhatikan batu apung yang ia jadikan sampel di Laboratoriumnya.

Williem Beijerinck, salah satu staf pemerintah Hindi Belanda yakin pendapat Verbeek terkait Krakatau. Verbeek tetap meyakinkan pendudduk bahwa posisinya yang berjarak 20 mil laut dari Krakatau terbilang aman.Perkiraan Verbeek meleset. Gunung itu menyapu apa saja yang dilaluinya hingga ratusan kilometer.

Namun, Verbeek sendiri “melarikan diri” sebelum letusan besar itu terjadi. meninggalkan wilayah tersebut sejauh 100 mil. ia sama sekali tak menyerukan penduduk untuk mengungsi.

Kemudian hari Verbeek merasa menyesal karena sebenarnya ia sendiri ragu akan pengetahuannya tentang gunung itu. Namun yang membuat ia sangat bersalah bahwa sebenarnya ia bisa menyelamatkan ribuan jiwa seandainya ada peringatan dini.

Verbeek terlalu bersandar dengan teori-teori kegempaan yang dia pelajari. Mengabaikan tanda-tanda alam yang diyakini warga setempat. Seperti tangisan bayi yang tak berhenti, kuda yang terus meringkik maupun ayam yang enggan bertelur.

****

Sama halnya dengan beberapa gunung api di Indonesia, Krakatau oleh sejumlah penduduk wilayah itu disebut tempat besemayamnya dewa-dewa. Mereka menyebut Krakatau adalah takdir.

Kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau muncullah anak Krakatau. Kini gunung itu juga sedang dipantau karena tak berhenti ber-erupsi. Saat ini media seperti TV dan Koran terus memberikan informasi perkembangan si anak Krakatau itu.

Tentu anak Krakatau sadar ia lahir di zaman ilmu pengetahuan dan teknologi semisal seismograf canggih. Ia juga paham ilmuwan-ilmuwan geologi menjabur dimana-mana. Namun krakatau tetaplah Krakatau. Berbahaya.

Rekannya, Gunung Merapi di Jogjakarta telah memberi kita pelajaran berharga. Betapa gunung adalah paku bumi yang jika tercabut akan menibulkan guncangan yang dahsyat.

Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 2004 lalu tidak bisa diabaikan.

Dan satu yang pasti peringatan akan bahaya harus diinfokan lebih dini dan lebih jujur. “Rogier Verbeek-Rogier Verbeek” yang lain tentu tak ingin mengulangi kesalahannya lagi.(*)

Ilham Moehammad