Beranda » Penggalian Puteri Pukes di Takengon Lanjut

Penggalian Puteri Pukes di Takengon Lanjut



Penelitian kepurbakalaan yang dilakukan oleh sejumlah Arkeolog dari Balai Arkeologi Medan Sumatera Utara di sejumlah tempat di Aceh Tengah beberapa waktu silam akan dilanjutkan kembali. Rencananya dalam bulan ini akan dilakukan eskavasi (penggalian) di Ceruk Mendale, Loyang (gua) Peteri Pukes dan Ujung Karang kecamatan Kebayakan Aceh Tengah.
Demikian pernyataan Ketut Wiradyana, Rabu (15/9) yang merupakan salah seorang arkeolog pada penelitian sebelumnya berhasil menemukan sejumlah benda-benda budaya peninggalan manusia dimasa neolitik dan mesolitik di kawasan Mendale pinggiran Danau Laut Tawar.

"Kami akan melakukan penelitian lanjutan pekan depan dan berharap kembali berhasil menemukan sesuatu yang penting terkait sejarah manusia purbakala," kata Ketut.

Dijelaskan Ketut, Takengon dengan Loyang Mendale-nya merupakan salah satu wilayah di Provinsi Aceh yang memiliki situs masa prasejarah dari periodisasi neolitik. Bahkan di Sumatera Bagian Utara, selain di Natuna, Kepri, situs Loyang Mendale merupakan situs kedua yang ditemukan tim Balai Arkeologi Medan dalam upaya mengungkapkan sejarah kehidupan masa lalu dalam babakan periode dimaksud.

Adapun benda-benda yang sudah ditemukan di dua tempat, ceruk Mendale dan Loyang Peteri Pukes antara lain berupa fragmen tembikar polos, tembikar hias, cangkang moluska, dan fragmen tulang. Selain itu juga ditemukan bahan alat batu/alat serpih berupa kapak lonjong yang merupakan budaya dengan teknologi pada masa neolitik atau zaman batu baru.

Menurut Ketut, artefak batu yang ditemukan di Loyang Mendale menunjukkan adanya indikasi dua babakan masa yang berbeda yang telah berlangsung di kawasan Mendale. "Babakan masa tertua ditunjukkan dari sebuah alat batu berupa kapak genggam dengan morfologi dan teknologi dari masa mesolitikum atau zaman batu pertengahan,"ujarnya.

Hal tersebut juga diperkuat dengan temuan serut samping di kedalaman berkisar 70 cm dari permukaan tanah yang juga umum ditemukan di situs-situs yang sejaman dengan periodisasi mesolitikum, kata Ketut seraya menambahkan bahwa batasan mesolitik dan neolitik tak sama antar wilayah. Di Papua saja sekarang orang masih ada yang hidup berburu. Secara umum neolitik berlangsung ke Indonesia sekitar 5000 tahun yang lalu, untuk mesolitik di Indonesia mulai sekitar 4000 tahun lalu

Dipastikan, lanjutnya, keberadaan dua budaya yang berbeda dapat berarti bahwa di wilayah di Loyang Mendale (termasuk Gua Putri Pukes) pernah berlangsung aktivitas budaya dengan karakter yang bermasa mesolitikum, dimana peralatan batunya masih dibuat relatif sederhana dengan hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa neolitikum dengan peralatan batu yang sudah lebih maju, dimana pengerjaannya sudah diumpan dan hidup sudah menetap dan telah mulai bercocok tanam.

Ditegaskan, adanya migrasi dimasa neolitik ke pulau Sumatera yang terjadi sekitar 1000 tahun sebelum Masehi dipertegas dengan dengan keberadaan situs Loyang Mendale. Selanjutnya keberadaan alat berbahan kulit kerang air payau tersebut mengindikasikan pada masa prasejarah telah terjadi kontak dengan kelompok masyarakat yang ada di pesisir. Hal lain yang dimungkinkan yaitu kelompok masyarakat yang cenderung di pesisir, pindah ke pedalaman yakni ke Loyang Mendale.

Ketut berkesimpulan, situs Mendale memegang peran penting dalam kaitannya dengan perekonstruksian sejarah budaya bangsa Indonesia. Takengon dengan Loyang Mendale merupakan salah satu bukti adanya migrasi pada masa mesolitik dan neolitik di Indonesia bagian barat.

Arkeolog ramah asal pulau Bali ini berharap, kawasan perbukitan Mendale dijadikan kawasan cagar budaya dalam kaitannya dengan penyelamatan data kesejarahan dan menunjang Lut Tawar sebagai objek pariwisata dan pemanfaatan berbagai potensi lain yang telah ada sebagai bagian jatidiri masyarakat Gayo Takengon dan sekitarnya.
Khalisuddin