Beranda » Jejak Langkah Perjuangan Prof. dr. Hi. Aloei Saboe

Jejak Langkah Perjuangan Prof. dr. Hi. Aloei Saboe



Jika nama Prof.dr.Aloei Saboe disebut, maka orang akan menghubungkannya dengan Rumah Sakit Umum Daerah kota Gorontalo dan salah satu ruas jalan di wilayah kecamatan kota timur, karena memang nama beliau diabadikan oleh pemerintah daerah sebagai nama Rumah sakit daerah tipe B kota Gorontalo dan nama jalan yang menuju ke arah rumah sakit. Aloei Saboe merupakan salah seorang tokoh Gorontalo yang berjuang di segala medan dan waktu. Beliau adalah seorang dokter, namun kiprahnya tidak hanya di sektor kesehatan semata, melainkan lintas sektoral dan multidisipliner. Melalui tulisan ini, diharapkan semangat perjuangannya menjadi sumber inspirasi khususnya bagi setiap insan kesehatan di daerah ini dan masyarakat Gorontalo secara keseluruhan.

Aloei Saboe dilahirkan di Gorontalo pada 11 November 1911. Beliau wafat dalam usia 76 tahun pada 31 Agustus 1987 di kota Bandung. Sepanjang hidupnya, beliau terus berjuang bagi kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya di daerah Gorontalo. Di setiap periode sejarah negeri ini, prof.Saboe selalu terlibat dan berkiprah.
Kiprah perjuangan beliau dimulai pada masa pergerakan kemerdekaan, dimana para pejuang aktif terlibat dalam organisasi pergerakan untuk menyebarkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Beliau aktif sebagai anggota Jong Islamieten Bond (1926), Anggota Indonesia Muda (1930), dan anggota Partai Nasional Indonesia/PNI (1935). Pada rapat PNI pertama di daerah Gorontalo, beliau terpilih sebagai ketua umum, kemudian menjadi ketua PNI provinsi Sulawesi Utara dan dipilih oleh DPP PNI menjadi anggota Dewan Partai PNI. Semasa menjadi mahasiswa Fakultas kedokteran NIAS di Surabaya (Sekarang Unair), Aloei Saboe sering menghadiri rapat-rapat politik yang terbuka maupun umum serta ikut mendengarkan ceramah-ceramah di gedung nasional bubutan dari pendiri organisasi Budi Utomo, dr.Sutomo. Tidak mengherankan, jika semangat nasionalismenya senantiasa terpupuk.
Pada masa revolusi fisik, dimana para pejuang angkat senjata di medan perang melawan penjajah, Aloei Saboe juga ikut terlibat. Pada 23 Januari 1942, bersama dengan Nani Wartabone, mengambil alih pemerintahan hindia Belanda dengan melumpuhkan seluruh kekuasan belanda, menangkap semua pejabat Belanda, membentuk pemerintah daerah di Gorontalo sebagai bagian dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pada tahun 1945, ketika tentara sekutu dan NICA di bawah pimpinan mayor Wilson datang ke Gorontalo, Aloei Saboe memimpin laskar Gorontalo melakukan perlawanan. Selama kurun waktu 1946-1947, beliau mengirim sejumlah obat-obatan dan alat kesehatan yang berasal dari dump perang USA dan Australia ke Banyuwangi untuk membantu perjuangan kemerdekaan.
Oleh karena aktivitas di medan pertempuran tersebut, beberapa kali beliau ditangkap dan dipenjarakan. Pertama pada tahun 1943 beliau dipenjarakan oleh pemerintah Jepang di Teling, Manado. Pada tahun 1945 pernah dipenjarakan di beberapa tempat diantaranya Balikpapan, Manggar, Tanah Grogot, Tanjung Aruh dan Makassar. Pada 1946 pengadilan militer NICA mengasingkan Aloei Saboe di pulau Morotai. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat perjuangannya, untuk mewujudkan indonesia merdeka.
Kiprah perjuangan beliau dilanjutkan di bidang politik. Pada tahun 1950, Aloei Saboe terpilih sebagai anggota parlemen Negara Indonesia Timur (NIT). Di parlemen inilah kiprah perjuangan beliau kembali ditunjukkan, dengan menyerukan mosi pembubaran NIT, karena tidak sesuai dengan semangat konstitusi. Pada tanggal 17 Maret 1950 beliau ditunjuk sebagai juru bicara dari kelompok pembela mosi tesebut. Tidak sampai sebulan, tepatnya 5April 1950, NIT akhirnya dibubarkan, dan kembali pada konsep NKRI. Kiprah beliau dilanjutkan dengan menjadi anggota badan konstituante RI pada tahun 1955, mewakili rakyat sulawesi utara dan tengah.
Sewaktu meletusnya pemberontakan PERMESTA pada 1958, Aloei Saboe ikut terlibat dalam membantu operasi penumpasan PRRI/PERMESTA di Gorontalo. Selama berbulan-bulan, beliau menyembunyikan bahan bakar, bahan makanan dan obat-obatan di RS lepra di kampungToto, Kabila (Sekarang RSUD Toto). Tentara TNI dari pusat dibawah pimpinan MayorAgus Pramono datang ke Gorontalo pada pertengahan Mei 1958. Sebenarnya TNI dalam posisi yang tidak diuntungkan. Namun dengan taktik prof. Saboe yang menimbun bahan-bahan kebutuhan utama, akhirnya TNI mampu menghancurkan pertahanan pemberontak.
Di bidang kesehatan, sebagai seorang dokter, beliau melaksanakan tugas rutin merawat dan mengobati pasien. Beliau bersama dr,M.M.Dunda, bekerja sama untuk melayani masyarakat Gorontalo, mulai dari ujung utara sampai selatan Gorontalo. Selama lebih dari 30 tahun, beliau juga bergelut dalam pemberantasan penyakit lepra atau kusta, yang ketika itu menjadi momok bagi masyarakat. Khusus untuk mempelajari penyakit lepra ini beliau sudah mengalami penempatan di sejumlah daerah diantaranya Cicebang, Semarang, Blora, Cepu, Randubatung, Gresik, Bangkalan, Plantungan, Ambon dan Gorontalo. Untuk di Gorontalo, beliau mendirikan Rumah Sakit khusus kusta yang dapat menampung 300 orang di desa Toto.
Ketertarikan beliau pada pemerantasan penyakit kusta dilatarbelakangi oleh peristiwa masa lalu. Ketika itu saat beliau masih duduk di kelas 2 HIS, salah seorang sahabatnya dikeluarkan dari sekolah karena ia, bapaknya, dan 2 saudara perempuannya menderita penyakit lepra. Bahkan mereka diusir dari tempat tinggalnya karena rumahnya berdekatan dengan rumah pejabat Belanda. Peristiwa ini membuat Aloei Saboe muda bertekad untuk membantu para penderita lepra.
Beliau juga pernah berkiprah dalam jabatan struktural di sektor kesehatan, diantaranya sebagai kepala inspeksi kesehatan Sulawesi Utara dan Tengah, wakil kepala pengawas dinas kesehatan provinsi Jawa Barat, dan biro kesehatan pada konferensi islam Asia Afrika. Di sektor pendidikan pun beliau turut berkiprah diantaranya pendiri Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Direktur akademi perawatan, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Imanuel Bandung, anggota dewan kurator Sekolah Tinggi Ilomata Jakarta. Puncaknya ketika beliau diangkat sebagai guru besar kesehatan masyarakat Unversitas Padjajaran Bandung. Beliau juga aktif menulis buku baik di bidang kesehatan, pendidikan dan keagamaan. Salah satu buku beliau yang terkenal adalah ”hikmah kesehatan sholat” dan sering dijadikan rujukan bagi para pemerhati kesehatan islam. Penulis pernah berusaha mencari buku karya beliau ini, namun sudah tidak dicetak lagi. Penulis mendaptkan buku ini di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, itupun tinggal satu eksemplar, sehingga hanya bisa dibaca di tempat.
Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekan Indonesia, Aloei Saboe mendapat anugerah tanda jasa dari pemerintah RI diantaranya:Bintang Gerilya, Satiyalencana Peristiwa Aksi Militer I dan Aksi Militer II, Satiyalencana Keamanan, Satiyalencana Penegak dan Satiyalencana Karya Satiya Tingkat II. Tidak mengherankan jika beliau mendapat kehormatan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Kiprah Prof.dr.Aloei Saboe di medan perjuangan baik dalam organisasi pergerakan, pertempuran, politik, kesehatan dan pendidikan dimuat secara singkat dalam buku sejarah kesehatan nasional Indonesia terbitan Depkes 1978. Kiprah beliau pun mendapat apresiasi dari LAMAHU yaitu organisasi masyarakat Gorontalo di Jakarta berupa penganugerahan LAMAHU award yang diserahkan pada bulan september 2010. Oleh karena itu, mengingat jasa-jasa beliau tersebut, sudah saatnya pemerintah provinsi Gorontalo mengusulkan Prof.dr.Aloei Saboe sebagai salah seorang pahlawan nasional. Selama ini provinsi Gorontalo baru memiliki satu orang pahlawan nasional yaitu Nani Wartabone. Provinsi lain saja sudah mempunyai lebih dari 1 orang pahlawan yang diakui secara nasional. Momentum peringatan hari pahlawan tahun ini bisa dijadikan awalan untuk mempersiapkan pengusulan beliau sebagai pahlawan nasional.
Bagi insan kesehatan di provinsi Gorontalo, sosok prof.dr.Aloei Saboe merupakan figur insan kesehatan yang paripurna. WHO pernah menyatakan 5 peran yang harus diemban oleh para praktisi di bidang kesehatan yang dikenal sebagai The five star health profesional yaitu: community leader, communicator, manager, decision maker dan care provider. Kelima kriteria tersebut terdapat pada diri prof.dr.Aloei Saboe. Melalui momentum peringatan hari kesehatan nasional tahun ini, para insan kesehatan di provinsi Gorontalo hendaknya meneladani semangat juang Aloei Saboe untuk mewujudkan Gorontalo sehat baik secara jasmani, rohani, sosial dan spiritual.
Bukan suatu hal yang kebetulan jika tanggal 10 November kita peringati sebagai hari pahlawan, 11 november sebagai hari kelahiran prof.dr.Aloei Saboe dan 12 November
Sebagai hari kesehatan nasional. Pesan yang hendak disampaikan bahwa dengan meneladani semangat perjuangan prof.dr.Aloei Saboe, kita berusaha untuk terus menggelorakan semangat nasionalisme dan kepahlawanan khususnya dalam mewujudkan penyehatan bangsa secara keseluruhan dan Gorontalo secara khusus mulai tahap promotif, preventif, kuratif sampai rehabiliatif. Semoga!

Isman Jusuf