Beranda » Belajar dari Tenggelamnya Kapal ‘Anti-Tenggelam’

Belajar dari Tenggelamnya Kapal ‘Anti-Tenggelam’



BELAJAR DARI TENGGELAMNYA KAPAL ‘ANTI-TENGGELAM’

Bencana maritim terburuk sepanjang sejarah dunia terjadi tahun 1912. Kala itu, dunia menyaksikan tenggelamnya Titanic, kapal terbesar dan termewah yang pernah dibuat.

Dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, Titanic memiliki rancangan sangat hebat, dan dilukiskan sebagai lambang kebanggaan bangsa Inggris. Banyak yang berkata Titanic takkan mungkin pernah tenggelam. Namun, setelah menabrak gunung es raksasa dalam pelayaran perdananya, Titanic rusak parah, lalu tenggelam di laut Atlantik secara mengenaskan.

Uniknya, karena dianggap takkan mungkin tenggelam, hanya sedikit perahu sekoci yang tersedia. Akibatnya, sekitar 1500 penumpangnya tewas tenggelam di perairan es, termasuk para hartawan dan kaum bangsawan Inggris.


Kemampuan Inggris membuat kapal sebesar ini tentunya mengisyaratkan kehebatan mereka di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Para insinyurnya pastilah amat handal, sangat memahami hukum-hukum fisika, kimia, serta disiplin ilmu lainnya. Mereka adalah para ahli yang mengerti seluk-beluk alam semesta beserta keteraturan, dan kesempurnaannya. Tidak heran jika mereka mampu memanfaatkan apa yang ada di alam untuk membuat karya teknologi hebat, termasuk kapal raksasa Titanic. Namun, pengetahuan tentang rahasia alam yang sempurna ini tak sampai membuka mata hati mereka akan kebesaran Penciptanya. Buktinya, kehebatan teknologi rancang bangun kapal ini justru melupakan mereka dari yang jauh lebih hebat, yakni rancangan teknologi di alam ciptaan Allah. Mereka justru mengagungkan kapal mereka dan membanggakan diri sendiri. Mereka melupakan Allah, Pencipta diri mereka dan segala yang mereka hasilkan. Mereka sombong hingga mengatakan Titanic sebagai “unshinkable”, takkan dapat tenggelam; dan melengkapinya hanya dengan sedikit perahu penyelamat kecil.


Begitulah, kapal yang digelari anti-tenggelam, justru karam ditelan air setelah menabrak gunung es, air beku raksasa. Singkatnya, Titanic tenggelam setelah menabrak air!


Meski tampak biasa saja, ternyata air sungguh luar biasa. Untuk mengetahui kehebatan ciptaan Allah ini, cukuplah kita bertanya: mungkinkah para insinyur perkapalan memahami ilmu tentang air, teknologi perkapalan, dan teknik pelayaran jika air tak pernah diciptakan? Mampukah mereka membuat kapal laut sehebat Titanic jika lautan tidak pernah ada? Dan yang penting lagi, dapatkah para insinyur kapal pembuat Titanic dan mereka yang membanggakannya, hidup tanpa air?











Begitulah, ternyata air lebih penting dan hebat dari kapal Titanic, insinyur pembuatnya, dan para pengagumnya. Dengan mengkaji air secara rinci, akan kita pahami betapa air memiliki banyak sifat yang menakjubkan. Jika demikian, air pastilah takkan pernah ada dengan sendirinya. Segala kesempurnaan air memperlihatkan kehebatan Pencipta air. Manusia hendaknya tidak berbangga atas karyanya. Sebab segala ciptaan Allah jauh lebih sempurna, termasuk air yang sekilas tampak biasa saja. Dia-lah Allah, Satu-Satunya Tuhan yang sepatutnya kita sanjung. Manusia hendaknya hidup mengabdi kepada-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, dan jauh dari rasa kesombongan:


“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya…” (QS. Ibrahim, 14:32)


Jika kita mau belajar dengan apa yang terjadi pada kapal Titanic, maka kita harus menyadari bahwa apa yang telah direncanakan oleh manusia secermat, secanggih apapun jangan sekali- kali menafikan kuasa Tuhan. Ia bekerja dengan cara- cara yang misterius, yang terkadang tidak kita sadari. Maka adalah tugas kita untuk menyadari bahwa apa yang telah kita rencanakan, kita perbuat dan kita lakukan tidak pernah terlepas dari kehendak Tuhan. Ia akan selalu mengiringi diri kita dengan kuasa-Nya, Ia akan selalu berada pada prasangka baik kita tentang diriNya, maka jangan jumawa dengan apa- apa yang telah kita perbuat adalah keberhasilan mutlak kita sebagai manusia, man proposes God disposes.


Inilah semangat yang dibangun oleh bangsa Eropa dalam membebaskan diri mereka dari belenggu kegelapan, dark age yang mengungkung mereka selama berabad- abad. Mereka memiliki keyakinan bahwa perbuatan, pekerjaan yang mereka lakukan Tuhan hadir bersama mereka. Tuhan senantiasa mengiringi perbuatan, pekerjaan yang mereka lakukan. Sebagaimana dengan tesis Max Weber dalam karyanya, The Protestan Ethic and Capitalism; Tuhan hadir dalam setiap perbuatan baik manusia, sehingga apa yang dilakukan oleh manusia mempunyai kekuatan unsur duniawi dan rohani .
Moh. Toriqul Chaer